Pengorbanan, Kasih dan Keadilan Allah bagi Dunia Melalui Jalan Salib

Minggu Sengsara VII, 24 Maret 2024

Pembacaan Alkitab: Yohanes 18 :28 – 40

Tema :Pengorbanan, Kasih dan Keadilan Allah bagi Dunia Melalui Jalan Salib

 

Pendahuluan

Salib merupakan salah satu simbol yang penting khususnya bagi agama Kristen. Maknanya sangat besar dan mendalam bagi jutaan orang di seluruh dunia. Salib mengingatkan kita akan penebusan Yesus Kristus, yang rela memberikan nyawanya untuk menebus umat manusia dari dosa. Oleh karena itu, salib memiliki makna teologis dan spiritual yang penting dalam agama Kristen. Seperti yang dikatakan oleh teolog Jurgen Moltmann: “Tuhan tidak menjadi sebuah agama, sehingga manusia berpartisipasi di dalamnya melalui pemikiran dan perasaan keagamaan yang sesuai. Tuhan tidak menjadi hukum, sehingga manusia ikut serta di dalamnya melalui ketaatan pada hukum. Tuhan tidak menjadi suatu cita-cita, sehingga manusia mencapai persekutuan dengan-Nya melalui usaha yang terus-menerus. Dia merendahkan diri-Nya dan menanggung kematian kekal dari orang-orang yang tidak bertuhan dan terkutuk, sehingga semua orang yang tidak bertuhan dan terkutuk dapat mengalami persekutuan dengan dia.”

Penjelasan teks
  1. Bagian ini dimulai ketika para pemimpin agama Yahudi membawa Yesus dari pengadilan Hanas ke pengadilan Pilatus. Perubahan yurisdiksi (kekuasaan mengadili) ini penting karena menandai peralihan dari penguasa agama ke penguasa sekuler dalam persidangan Yesus. Para pemimpin Yahudi tidak mau bertanggung jawab langsung atas hukuman mati terhadap Yesus dan menggunakan taktik cerdik dengan memindahkan masalahnya ke Pilatus, dengan Dalam kasus ini, agamalah yang justru hendak menyeret politik (bukan sebaliknya???) untuk menjalankan proses peradilan yang tidak adil. Suatu versi lain yang mirip dengan model “cuci tangan” ala Pilatus.
  2. Para pemimpin agama Yahudi yang membawa Yesus ke Pilatus tidak memasuki ruang sidang (praetorium). Ruang itu adalah tempat kedudukan orang Romawi, yang dianggap kafir. Memasuki rumah orang non-Yahudi akan menghilangkan kesucian ritual yng dapat menghalangi mereka untuk merayakan Paskah. Dengan bersikap demikian, mereka berpikir Paskah mereka adalah “melayani Tuhan” (lihat 16:2). Namun menurut bapa gereja Origenes, perilaku itu hanya membuat mereka “lebih najis daripada sebelum mereka menyucikan diri.”
  3. Permintaan Pilatus agar para pemimpin Yahudi harus mengajukan tuduhan yang jelas (ayat 29) mencerminkan prosedur standar pejabat Romawi. Namun tanggapan mereka menunjukkan bahwa tuduhannya tidak didasarkan pada bukti “Pokoknya Yesus bersalah, titik!” Upaya para penguasa agama untuk mendapatkan kerja sama Pilatus tanpa penyelidikan lebih lanjut (ay. 30) menggambarkan adanya “kecenderungan untuk mengubah situasi hukum demi mencapai keuntungan maksimal”. Dengan memasukkan bagian ini dalam Injilnya, Yohanes hendak memberi perhatian pada perilaku orang-orang Yahudi yang menyeret rekan-rekan Yahudi- Kristennya ke dalampengadilan Romawi untuk dihukum mati.
  4. Selama interogasi, Pilatus bertanya kepada Yesus tentang kedudukan-Nya sebagai raja orang Yahudi. Yesus justru mempertanyakan kembali alasan pertanyaan Pilatus, apakah dia sendiri mempercayai hal tersebut atau ada orang lain yang memberitahunya. Dialog ini sekaligus memperkenalkan pembaca pada sifat Yesus sebagai raja spiritual dan bukan raja politik. Kerajaannya bukan berasal dari dunia ini.
  5. Awalnya Pilatus menganggap Yesus sebagai ancaman politik, namun hasil interogasi menyadarkannya bahwa kasus Yesus berada di bawah wilayah hukum agama Yahudi, bukan hukum Romawi. Pilatus menyerahkan kembali Yesus kepada para pemimpin agama Yahudia untuk menghakimi-Nya menurut hukum agama (ayat 31), sekaligus berusaha melepaskan diri dari tanggung jawab. Namun, para pemimpin Yahudi bersikeras bahwa Yesus pantas mati, dengan menegaskan bahwa ia mengaku sebagai Anak Allah, dan menjadikan diri-Nya setara dengan Allah.
  6. Guna memengaruhi keputusan Pilatus, para pemimpin agama menggunakan kekuatan massa. Mereka memanipulasi massa dan memanfaatkan opini publik untuk memengaruhi pengambilan keputusan. Fakta bahwa mereka menuntut pembebasan seorang penjahat dan bukan orang yang tidak bersalah menunjukkan adanya penyelewengan suara rakyat untuk melakukan kekerasan dan ketidakadilan.
  7. Gerakan massa ini menimbulkan ketakutan Pilatus sehingga melanjuktan pengadilan terhadap Yesus. Dia menanyakan asal usul Yesus, tetapi tidak mendapat jawaban yang jelas. Sebaliknya, Yesus mengalihkan pembicaraan untuk fokus pada hakikat kerajaan rohani-Nya dan tentang
  8. Ketika Pilatus kembali kepada para pemimpin agama, dia terjebak antara ketakutan akan kerusuhan dan kekhawatiran untuk menghukum orang yang tidak bersalah. Pilatus mencoba langkah alternatif dengan memanfaatkan tradisi pembebasan tahanan saat Paskah. Ia beranggapan bahwa para pemimpin agama akan memilih Yesus yang tidak bersalah. Tidak mungkin mereka memilih seorang penjahat yang rusak moralnya, apalagi menjelang Paskah. Namun, mereka malah menuntut pembebasan Barabas, seorang penjahat terkenal.
  9. Akhirnya Pilatus menyerah pada tekanan massa dan menyetujui permintaan mereka untuk menyalibkan Yesus. Menurut Matius, Pilatus melakukan ritus “mencuci tangan” tanda tak bersalah. Tindakan ini menunjukkan keputusan Pilatus yang pengecut dan mendahulukan kepentingan politik di atas Sebagai gubernur, Pilatus bertugas menjaga perdamaian dan ketertiban. Memperjuangkan keadilan dengan risiko ketidakstabilan politik terbukti merupakan sebuah tantangan yang tak mudah diatasi. Pada akhirnya, Pilatus memprioritaskan stabilitas politik daripada keadilan, sehingga berujung pada penyaliban Yesus.
Aplikasi
  1. Yesus harus menempuh jalan yang sangat tidak adil guna mewujudkan kasih dan keadilan bagi manusia. Sang Maha Adil diperlakukan sangat tidak adil. Sang Pengasih manusia itu diperlakuakn sangat tidak manusiawi. Manusia mengadili Sang Hakim. Ia yang mengadili bangsa-bangsa divonis mati. Tetapi semua itu dipersembahkan-Nya demi mewujudkan keadilan dan kasih-Nya terhadap manusia.
  2. Yesus tidak datang untuk menghakimi dunia, tapi untuk menyelamatkannya. Sayang, dunia justru menghakimi Yesus dengan peradilan dan hukuman yang tidak adil. Tetapi Allah menggunakan jalan ketidakadilan ini untuk mewujudkan karya keselamatan-Nya. Di balik via dolorosa terdapat pembenaran yang begitu bermanfaat. Ini menolong kita untuk menjalani via dolorosa dengan pengharapan bahwa Tuhan dapat menggunakannya demi kebaikan dan penebusan kita.
  3. Belajar dari pengalaman ketidakadilan Yesus, kita belajar untuk mempraktekkan keadilan, apapun Keadilan tidak boleh ditindas demi alasan apapun, seperti tekanan massa, rasa takut, dan stabilitas politik sebagaimana bacaan kita. Dampaknya dapat menyeret orang yang tidak bersalah ke pengadilan dan salib. (JAM)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Linkdin
Share on Pinterest

Leave a comment

Kumpulan Bacaan