Mewujudkan keadilan bagi Kaum Lemah

Tema : “Mewujudkan keadilan bagi Kaum Lemah”

Pengantar

Seorang  filsuf Yunani bernama Aristoteles mengungkapkan pikirannya tentang keadilan. Baginya, keadilan haruslah dimaknai sebagai keseimbangan yang diukur dalam kesetaraan  bagi semua orang. Jauh sebelum Aristotels, nabi Amos telah berjuang mewujudkan keadilan bagi kaum yang lemah melalui suara kenabiannya. Dalam kitab Amos kita bisa melihat bagaimana nabi Amos menggambarkan keprihatinannya terhadap praktek ketidakadilan dan kemunafikan yang terjadi di tengah umat Israel pada saat itu dan seruannya agar keadilan diwujudkan dalam kehidupan seharihari.

Penjelasan Teks :

Ay. 7 : Kata ipuh dapat diterjemahkan sebagai “pahit” atau “beracun”. Kata ini merujuk pada kepahitan/penderitaan akibat tidak adanya kepastian hukum. Dalam konteks ini, peran para penegak hukum demi mewujudkan keadilan digambarkan secara negatif. Situasi ini dikarenakan para penguasa tidak dapat memberikan jaminan dan penghargaan kepada hak-hak umat Tuhan. Ay. 8, 9 : Dalam dunia kuno, munculnya bintang kartika (Pleiades) dan bintang belantik (Orion) menjadi penanda musim setiap tahunnya. Siklus dalam keteraturan tata surya yang terus berlanjut diyakini karena tangan Tuhan yang mengendalikan dan mengaturnya. Amos hendak mengingatkan bahwa TUHANlah yang menyebabkan terjadinya hari dan Dialah yang dapat mengubah kegelapan menjadi pagi.

Ay. 10 : Pada masa itu pintu gerbang merupakan tempat berlangsungnya berbagai aktifitas termasuk mengadili perkara yang terjadi dalam masyarakat. Amos menggambarkan respon dari para hakim dan orang-orang yang suka berbuat jahat sebagai yang membenci teguran dan katakata jujur. Amos mengatakan kebenaran tentang dosa-dosa mereka dan menasihati mereka untuk bertobat namun justru itu tidak disukai oleh mereka.

Ay. 11 : Kaum lemah dapat didefinisikan sebagai kelompok atau golongan masyarakat yang berada dalam posisi rentan, tidak berdaya, dan terpinggirkan dalam berbagai aspek kehidupan.  Beberapa ciri kaum lemah antara lain miskin dan tidak memiliki daya untuk menghadapi para penguasa dan orang-orang kaya. Karena  itu mereka menjadi sasaran diskriminasi dan ekploitasi serta dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Salah satu bentuk pajak dalam dunia Israel kuno adalah pajak gandum yang diberikan kepada pengurus bait suci dan raja. Ini merupakan pajak utama yang dikenakan atas hasil pertanian selain anggur, buah-buahan dan lain-lain. Para hakim mengambil pajak gandum dari orang miskin untuk memperkaya diri. Namun Amos mengingatkan mereka bahwa Tuhan akan membalas dengan membuat mereka tidak dapat menikmati hasil yang didapatkan.

Ay. 12 – 13 : Kejahatan dan dosa yang dilakukan oleh para penegak keadilan adalah ketika mereka menerima suap dan sogok. Dengan melakukan praktek ini mereka mengubah kebenaran sesuai uang suap yang mereka terima. Peran mereka sangat jauh dari apa yang seharusnya dilakukan. Dengan uang suap mereka membuat orang benar menderita dan mengabaikan perkara orang miskin. Amos menyebut keadaan pada masa itu sebagai waktu yang jahat dan membuat orang yang berakal budi berdiam diri. Hal itu menggambarkan betapa merananya kehidupan kaum lemah dan mereka yang mencari keadilan.

Pesan Teks

  1. Allah membenci penindasan kepada orang lemah.

Ketidak-adilan membuat orang lemah mengalami kesengsaraan dan praktek ini sangat dibenci Allah. Amos menyerukan agar Israel bertobat dengan berpihak pada perkara-perkara orang lemah. Mereka adalah sebagian besar masyarakat yang kurang mempunyai posisi tawar secara politis dan perlu mendapat dukungan agar hak-haknya dipenuhi. Sebaliknya kolaborasi para penindas yang bekerjasama dengan para pengambil keputusan melahirkan kejahatan dan itu membangkitkan murka Allah.

  1. Allah Menentang pemerasan dan suap.

Tuhan menghendaki keadilan diwujukan sebab keadilan merupakan nilai paling mendasar dalam kehidupan bersama. Tanpa keadilan, kaum lemah akan sangat menderita karena merekalah yang paling dirugikan. Amos mengritik keras praktik pemerasan dan penyuapan yang dilakukan oleh para penguasa sebagai hal yang tercela dan dibenci Allah. Praktek ini tidak saja membutakan mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orangorang yang benar tetapi juga membuat orang yang mencari keadilan kehilangan masa depan. Praktek ini merupakan pengingkaran terhadap kasih Allah yang menghendaki kebenaran dan keadilan ditegakan dalam kehidupan umatNya.

Aplikasi 

  1. Semangat Kemerdekaan menjadi spirit kebangkitan melawan ketidakadilan. Keadilan adalah salah satu hal penting yang menopang kehidupan bangsa Indonesia. Dalam Pancasila, sila yang kelima berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Ini menyiratkan makna bahwa negara menjamin setiap orang mendapatkan haknya secara adil. Mengakhiri perayaan bulan kemerdekaan, kita perlu melihat kembali pemberlakuan prinsip keadilan dalam praktek bernegara bahkan juga dalam pelayanan gereja. Apakah kita telah menunjukan keberpihakan kita pada mereka yang lemah dengan membela hak mereka serta berlaku adil tanpa pandang bulu?
  2. Mempromosikan transparansi melawan gratifikasi.

Pemberian secara cuma-suma kepada orang dengan maksud dan tujuan tertentu merupakan pengertian dari gratifikasi. Gereja harus menjadi pelopor melawan praktek gratifikasi dengan mengajarkan transparansi dalam bekerja baik dalam pelayanan gereja sendiri maupun dalam pelayanan publik lainnya. Dengan menolak suap atau imbalan yang tidak semestinya maka gereja menunjukan keberpihakannya kepada orang-orang yang hidupnya bergantung pada kebenaran, kejujuran dan keadilan. Menolak suap/gratifikasi menjadikan gereja dan orangorang yang ada di dalamnya sebagai agen yang membebaskan setiap orang dari penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Penutup

Keberpihakan bukanlah tugas yang mudah, namun bagi Dietrich Bonhoeffer itulah panggilan utama gereja yang hadir bagi umat dan sesama. Hal itu ia buktikan ketika Adolf Hitler dan Nazi berkuasa di Jerman, Bonhoeffer mengambil sikap menolak diam terhadap semua kebijakan pemerintahan Hitler. Ia terus bersuara agar kebenaran diwujukan dalam praktek kehidupan orang Kristen. Keberpihakannya pada kebenaran adalah jalan yang harus dilalui sambil tetap memikul Salib dan mengikuti Yesus. Bonhoeffer kemudian dipenjara dan beberapa tahun setelah itu ia dihukum mati. Bagi Bonhoeffer keberpihakan merupakan cara menyatakan kehadiran Kristus melalui gereja. Ia menyebut Kristus sebagai “the man for others” dan menyimpulkan bahwa “gereja adalah gereja ketika gereja ada untuk siapa saja”.  Itulah bentuk keberpihakan Allah yang melintasi  batas-batas ciptaan manusia hingga damai sejahtera Allah dapat dialami  oleh setiap orang. Marilah kita menumbuhkan semangat bersama sebagai komunitas untuk mendukung penegakan hukum yang tegas terhadap penyalahgunaan wewenang yang merugikan kepentingan banyak orang. (YW)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Linkdin
Share on Pinterest

Leave a comment

Kumpulan Bacaan