Minggu Sengsara IV, 3 Maret 2024
Pembacaan Alkitab: Bilangan 21:4-9 dan Yohanes 3:14-15
Tema : Mengarahkan Pandangan Pada Sumber Keselamatan
Pengantar
Salah satu tantangan serius terhadap iman percaya kepada Tuhan adalah masalah penderitaan. Penderitaan menggugat keyakinan bahwa Tuhan itu maha kausa dan maha kasih. Dalam iman orang percaya, diyakini bahwa Tuhan maha kuasa dan maha kasih. Allah berkuasa atas segala sesuatu di dunia ini. Allah juga penuh kasih sehingga mampu memelihara segenap ciptaan. Namun fakta adanya penderitaan membuat manusia mempertanyakan kemahakuasaan dan kasih Tuhan. Ketika manusia ada dalam penderitaan yang ekstrim, mereka bertanya: di manakah Tuhan? Mengapa Tuhan tidak segera menolong mereka? Tak jarang mereka menuduh Tuhan tidak adil, bahkan menganggap-Nya tidak ada. Sikap seperti ini ditunjukkan oleh bangsa Israel dalam bacaan di atas. Mereka mempersalahkan Musa dan Tuhan Allah ketika mereka lapar dan haus.
Penjelasan Teks
Kitab Bilangan berbicara tentang bagaimana perjalanan bangsa Israel setelah mereka melewati Laut Merah dan sedang bersiap memasuki tanah Kanaan. Penulisan Kitab Bilangan bertujuan untuk menata dan mengorganisir umat Israel ke dalam sebuah kesatuan komunitas Allah yang dipersiapkan untuk menggenapi kewajiban-kewajiban perjanjian mereka. Perjanjian yang diikatkan di gunung Sinai harus selalu mereka jaga dan terapkan dalam kehidupan sehari- hari. 10 hukum pemberian Tuhan harus dihidupi umat.
Tetapi kitab Bilangan mencatat banyak perbuatan menyimpang dari isi perjanjian tersebut di hadapan Allah. Akibatnya mereka menanggung penderitaan berupa perjalanan yang sangat lama. Di sini terlihat bagaimana Allah menghabiskan seluruh angkatan pertama selama dalam perjalanan menuju tanah Kanaan. Kitab Bilangan menceritakan berbagai kisah perjalanan mereka di Padang Gurun. Kitab ini mengisahkan perjalanan orang Israel dari gunung Sinai ke perbatasan tanah Kanaan di Kadesy-Bernea, kemudian kembali lagi menggembara di padang gurun selama 49 tahun sampai tiba di dataran Moab, di mana mereka sekali lagi bersiap-siap memasuki tanah Kanaan. Semua kisah yang tercatat dalam kitab Bilangan menyatakan bagaimana tuntutan Allah bagi umat-Nya supaya hidup dalam ketaatan kepada setiap perintah Allah.
Pasal 21 menjelaskan bagaimana pemberontakan yang terus dilakukan oleh bangsa Israel selama berada di Padang Gurun. Alasan pertama mengapa mereka memberontak adalah karena perintah yang mengharuskan mereka untuk mengelilingi daerah Edom. Mereka curiga Allah sengaja memberikan penderitaan seperti itu. Padahal dalam perjalanan panjang itu, Tuhan tak putus-putusnya memelihara mereka. Walaupun mereka harus mengelilingi tanah Edom namun Tuhan berjanji akan melindungi mereka. Tetapi mereka tidak mengindahkan perintah dan janji Tuhan. Mereka menganggap sebuah penderitaan ketika harus berputar-putar dalam perjalanan. Oleh karena itu, mereka mempertanyakan Tuhan dan mempersalahkan Musa.
Alasan kedua bahwa mereka tidak tahan menderita kelaparan dan kehausan, dan apalagi hanya diberikan makanan hambar. Di Mesir mereka makan roti dan daging, walaupun diperbudak. Tetapi dalam perjalanan menuju Kanaan, mereka seringkali kekurangan bahan makanan dan minuman. Ini membuat mereka menganggap hidup di Mesir masih lebih baik walaupun sebagai budak. Dalam penderitaan yang ekstrim itu mereka memprotes Musa dan
Tuhan: “mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab tidak ada roti dan air, dan akan makanan hambar ini kami muak” (ay.5).
Protes mereka menunjukkan bahwa 1) mereka gagal memahami kuasa dan kasih Tuhan yang sudah selalu mereka alami. Mereka telah melupakan pemeliharaan Tuhan yang sudah selalu mereka nikmati. Sebab sepanjang perjalanan, Tuhan senantiasa memberikan kebutuhan- kebutuhan mereka. Tuhan senantiasa menyediakan makanan dan air bagi mereka. Tuhan bahkan melindungi mereka di siang hari dari terik matahari yang panas dengan tiang awan, dan di malam hari dengan tiang api dari kegelapan yang menakutkan.
2) Mereka gagal memahami maksud Allah. Allah telah memilih mereka sebagai umat kepunyaan-Nya, memberikan perintah-perintah-Nya agar mereka hidup sebagai umat kudus di tengah-tengah dunia. Perjalanan panjang dari Mesir ke tanah Kanaan bermaksud melatih mereka menjadi umat yang taat kepada hukum-hukum Allah sehingga nampak kepada dunia bahwa mereka adalah umat pilihan yang kudus.
Umat Israel tidak mampu melihat kuasa dan kasih setia Allah, serta tidak mampu menangkap tujuan Allah atas hidup mereka. Sebab mereka berfokus hanya pada kekurangan dan penderitaan yang mereka alami. Seolah penderitaan saja yang menjadi bagian dari hidup mereka. Bahkan seakan-akan Allah menjadi penyebab penderitaan mereka. Itulah sebabnya mereka protes, menggerutu, dan mempersalahkan Musa dan Tuhan Allah.
Akibat pemberontakan mereka, Allah menghukum mereka dengan mengijinkan ular tedung memagut mereka sehingga banyak dari mereka mati. Dalam penderitaan dan kematian itu barulah mereka sadar bahwa mereka sudah berdosa karena sudah melawan Tuhan dan Musa. Mereka meminta Musa berdoa meminta ampun dari Tuhan.
Tuhan pun mendengar permohonan Musa sehingga Ia meminta Musa untuk membuat sebuah ular buatan dari tembaga dan ditaruh di atas tiang yang tinggi, supaya siapapun yang dipagut ular tedung, boleh menatap ular tembaga itu agar ia tetap hidup. Pembuatan patung ular tembaga merupakan praktek agama-agama kuno yang menggunakan tembaga arca dan patung- patung, termasuk ular tembaga untuk jimat. Namun ular tembaga yang dibuat Musa tak punya kuasa tertentu, sebab segala kuasa hanya berasal dari Allah. Ular tembaga ditaruh pada tiang yang tinggi, agar ketika menderita, mereka tidak boleh hanya berfokus pada penderitaan saja, melainkan harus menatap kepada Allah yang maha tinggi, Allah yang kuasa-Nya melampaui kuasa penderitaan di bumi. Tuhan juga secara sengaja membuat benda sejarah tersebut untuk selalu mengingatkan keturunan Israel bahwa Tuhan pernah menghukum leluhurnya karena pemberontakan mereka.
Dalam percakapan Yesus dengan Nikodemus dalam bacaan Yohanes, Yesus mengambil cerita dalam kitab Bilangan tersebut, untuk menunjukkan bahwa sebagaimana ular tembaga yang ditaruh di tiang yang tinggi agar mereka yang menatapnya tetap hidup, demikian juga diri-Nya akan ditinggikan melalui tiang salib untuk menyelamatkan manusia. Salib adalah tanda hukuman kepada penjahat. Mestinya manusia yang berdosa digantung di sana. Namun karena kasih-Nya, anak Allah menanggung hukuman itu bagi manusia dengan rela digantung di atas kayu salib. Yesus menderita, menanggung pedihnya setiap tusukan paku dan tombak, meminum anggur asam karena haus dan dahaga. Ia rela menderita semua itu tanpa protes hingga mati di atas kayu salib.
Namun penderitaan dan kematian bukan akhir hidup Yesus. Ia bangkit, sebagai bukti bahwa Ia anak Allah. Ia turun ke alam maut, namun bangkit untuk membuktikan bahwa maut dikalahkan. Lalu Ia ditinggikan dengan naik ke surga, sebagai bukti bahwa Ia maha kuasa. Oleh karena itu, Yesus adalah jalan dan kebenaran dan hidup. Sehingga setiap orang yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (ay.15). Dengan demikian, bila dalam sejarah Israel, mereka yang menatap ular tembaga akan tetap hidup, maka dengan kedatangan Yesus ke dunia, kita yang percaya kepada-Nya akan selamat.
Aplikasi
Penderitaan merupakan kenyataan hidup. Kelaparan, kekurangan, sakit penyakit, kematian, kehilangan, bencana alam, relasi-relasi yang rusak, dapat menimpa siapa pun. Namun kita belajar dari firman Tuhan hari ini bahwa janganlah hati dan pikiran kita menjadi tertutup oleh penderitaan itu. Sebab kalau hati dan pikiran kita hanya berfokus pada penderitaan, maka kita dengan mudah mengeluh, menggerutu, marah, dan menyalahkan Tuhan dan sesama. Kita berdosa apabila kita menyalahkan Tuhan. Sebab Tuhan tidak pernah berencana membuat kita menderita. Banyak penderitaan yang kita alami adalah bagian dari kondisi manusiawi kita, atau akibat keterbatasan kita sebagai manusia, ataupun ulah manusia yang saling membinasakan, sebagai mana misalnya dalam perang atau konflik.
Ini tidak berarti Tuhan tidak sanggup mencegah penderitaan. Diri kita sebagai manusia memang rapuh terhadap penderitaan. Di sisi lain Tuhan memberi manusia kebebasan sehingga dengannya manusia cenderung menjadi serigala bagi sesamanya. Karena itu, pahamilah setiap penderitaan secara wajar sesuai kenyataannya dan berusahalah untuk menerima dan mengatasinya. Kita tidak boleh seperti umat Israel yang cenderung menyalahkan pihak lain ketika menderita. Belajarlah dari Yesus yang setia menjalani penderitaan demi ketaatan-Nya kepada sang Bapa.
Oleh karena itu, dalam segala penderitaan, jangan berputus asa. Pandanglah kepada Yesus, percayalah kepada Dia. Tuhan itu maha kasih dan maha kuasa. Maka berseruhlah kepada- Nya dalam doa, sebab Ia adalah sumber pertolongan kita. Ia sendiri telah menderita dalam menanggung segala hukuman akibat dosa kita. Namun akhir-Nya Ia bangkit sebagai pemenang karena setia bergantung kepada Allah Bapa. Maka mari kita senantiasa menaruh harapan kepada Yesus sumber keselamatan kita. Percayalah bahwa Yesus sanggup menolong kita, memelihara kita, dan menyelamatkan kita. Memandang kepada Yesus sebagai sumber keselamatan berarti senantiasa menaruh percaya kepada Dia, dan selalu bergantung kepada-Nya. Setia membangun kehidupan iman dengan Yesus. (gm)