Menemukan Jejak Karya Allah dalam Semesta

Bahan Khotbah Minggu Kedua Bulan Lingkungan Hidup

12 November 2023

Bacaan Alkitab : Mazmur 19:1–15

Tema: Menemukan Jejak Karya Allah dalam Semesta

 

Pengantar

Mazmur ini digubah sebagai nyanyian yang ditulis oleh Raja Daud. Isinya terdiri dari dua bagian besar. Bagian pertama bicara tentang semesta yakni kemuliaan Tuhan dalam ciptaan-Nya. Bagian berikutnya, tentang keteraturan di alam semesta itu sesuai kehendak Tuhan. Kedua hal ini direfleksikan sebagai kebaikan Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Dalam tradisi agama Yahudi, Mazmur yang  indah ini dibacakan sebagai bagian persiapan ibadah Yahudi pada hari Sabat pagi dan pada hari-hari raya.

Tafsiran

Mazmur 19 diawali dengan dua kata kerja yang mirip, yakni kata ‘menceritakan’ dan ‘memberitakan’. Walau sering dianggap mirip, baik dalam hal pelafalan maupun dalam pemaknaan, namun keduanya memiliki arti yang berbeda. Penggunaan kedua kata kerja tersebut menegaskan bahwa bahwa semesta sebagai subjek, dalam pengertian ‘bersama-sama manusia’. Dapat dikatakan bahwa semesta menolong manusia agar memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan dalam hidup setiap hari.

Langit Menceritakan Kemuliaan Allah

Langit menceritakan kemuliaan Allah menggambarkan bagaimana semesta secara aktif berisikan kabar tentang kemuliaan Allah. Kata “cerita” dalam KBBI memiliki arti yang sangat khas; yakni tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya). Sementara kata langit, merupakan terjemahan dari kata Ibrani syamayim, yang berarti langit, tempat bintang-bintang, bahkan ‘udara’ tempat burung-burung terbang.

Pengertian ini menolong kita untuk mendalami bagian pembukaan Mazmur 19 dalam kerangka memahami keutuhan bagian mazmur yang kita baca. Dalam bagian ayat-ayat selanjutnya, intisari pengertian kata “cerita” tersebut dapat dijabarkan oleh pemazmur. Ayat 5 berisikan ungkapan simbolik tentang penciptaan semesta. Di mana semesta, melalui ilustrasi penciptaan matahari, diungkapkan sebagai proses seumpama Tuhan memasang ‘kemah di langit’ untuk memberikan sukacita dan rasa girang bagi ciptaan, termasuk manusia (ayat 6).

Proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan informasi tentang bagaimana penciptaan yang bertujuan agar ciptaan menjadi bersukacita. Sukacita semesta adalah juga sukacita umat. Hal itu dilekatkan pada keteraturan semesta ciptaan Tuhan. Ayat 7 memberi informasi bahwa matahari yang diciptakan tersebut, sejak terbit hingga terbenamnya ditetapkan Tuhan dalam sebuah keteraturan.

Hal ini memberi pemahaman yang mendalam tentang bagaimana Tuhan yang menciptakan semesta tersebut adalah Sang Pengatur yang penuh kasih. Desain penciptaan semesta adalah menempatkan keteraturan sebagai cara Tuhan menyatakan anugerah yang melahirkan sukacita (rasa girang/ayat 6). Manusia dapat menemukan jejak karya Allah dalam semesta melalui “menceritakan” kemuliaan Allah, Pencipta, yang mengatur semesta untuk mendatangkan kebahagiaan bagi ciptaan.

Cakrawala Memberitakan Pekerjaan Tangan-Nya

Kata kerja ‘memberitakan’, dalam KBBI didefinisikan sebagai mengabarkan, mewartakan. Sementara kata cakrawala pada bentuk aslinya berasal dari kata rāqîa yang secara harafiah berarti bentangan. Kata ini diturunkan dari akar kata rāqa, suatu kata kerja yang dipakai untuk menggambarkan tindakan ‘memukuli bongkahan logam sampai menjadi lempengan tipis’. Pengertian yang tepat dari kata ‘cakrawala’ rāqîa’. Terjemahan LAI:TB “cakrawala” mengikuti mayoritas versi Inggris (KJV/NKJV/ASV/RSV: firmament).

Para  penafsir  juga  memahami  kata  tersebut   secara   berbeda.   Sebagian   berpendapat bahwa rāqîa’ merujuk pada atmosfir, sedangkan yang lain memilih langit yang kita lihat sehari-hari. Manakah yang benar di antara dua pilihan ini? Beberapa penafsir mencoba memahami arti kata ini berdasarkan penggunaan kata kerja rāqa’. Arti dasar dari kata ini adalah “menghamparkan” atau “menyebarkan”, secara khusus dipakai untuk menghamparkan bumi (Mzm 136:6; Yer 42:5; 44:24) atau langit (Ay 37:18). Kata ini kadangkala dipakai dengan arti “melapisi” (Yes 40:19) atau “menempa” (Kel 39:3). Dengan demikian kata benda rāqîa’ dapat dipahami sebagai suatu benda yang berbentuk hamparan pada suatu permukaan yang luas.

Ungkapan ‘cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya’ mengandung pemahaman tentang alam semesta yang mewartakan pekerjaan tangan Allah. Semesta dan segala isinya adalah mahakarya penciptaan Allah yang harus diberitakan/diwartakan oleh segenap ciptaan.

Bagaimana manusia dapat memberitakan pekerjaan tangan Allah? Ayat-ayat selanjutnya dalam perikop ini berisikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Manusia hanya dapat memberitakan pekerjaan tangan Allah secara tepat apabila ia memiliki kualitas iman sebagai berikut: taat pada titah Allah (ayat 8-9), takut Tuhan (ayat 10), dan bersandar pada perlindungan Tuhan (ayat 13-14). Ketiga kualitas iman tersebut jika dimiliki oleh manusia maka akan memberi pengalaman (ayat 8), membuat “matanya bercahaya” (ayat 9), serta memperoleh harta yang jauh lebih berharga dari emas dan lebih manis daripada madu (ayat 11).

Manusia yang berefleksi bersama cakrawala yang memberitakan pekerjaan tangan Tuhan dapat menemukan jejak karya Allah dalam semesta; jika ia memiliki ketiga kualifikasi iman tersebut.

Penutup

Proses menemukan jejak karya Allah pada semesta ada dalam refleksi manusia terhadap langit yang menceritakan kemuliaan Tuhan dan cakrawala yang memberitakan pekerjaan tangan-Nya. Pokok refleksi tersebut berisikan rasa bahagia memiliki Allah, Sang Pengatur; dan komitmen untuk taat/setia pada aturan-aturan Tuhan sebagai bentuk rasa takut terhadap-Nya. Rasa bahagia dan rasa takut kepada Tuhan melahirkan komitmen untuk mempersembahkan hidup kepada Tuhan, sebagai sebuah bentuk ungkapan syukur (ayat 15).

Bagian akhir perikop kita mengatakan, “Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya Tuhan, gunung batu dan penebusku”. Ungkapan itu merupakan pernyataan reflektif mengenai kemuliaan Tuhan yang diceritakan dan diberitakan oleh langit dan cakrawala (semesta). Oleh pemazmur, ungkapan syukur ini dipersembahkan kepada Tuhan yang dipahami secara simbolis seperti gunung batu dan diimani sebagai penebus. Takutlah akan Tuhan, setialah pada titah-titah-Nya, temukanlah jejak-jejak karya Allah, Sang Gunung Batu dan Penebus pada semesta yang telah, sementara dan akan terus mengasihi kehidupan kita, Amin. (FAD)

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Linkdin
Share on Pinterest

Leave a comment

Kumpulan Bacaan