Kenaikan Yesus Mengatasi Batasan Budaya

Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke surga disebut juga Hari Kenaikan, Kamis Kenaikan atau Kamis Kudus. Ini adalah salah satu perayaan ekumenis dari gereja-gereja Kristen. Artinya hampir semua denominasi Kristen merayakannya. Pada umumnya Hari Kenaikan Tuhan Yesus dirayakan pada hari Kamis, hari keempat puluh setelah Paskah, walaupun ada juga beberapa denominasi Kristen yang merayakannya pada hari Minggu berikutnya. Dalam bahasa Latin, hari raya ini disebut Ascencio atau Ascenca. Nama inilah yang dipakai di gereja-gereja barat, kecuali Gereja Anglikan yang menggunakan nama “Holy Thursday” (Kamis Agung).

Markus 16:14-20 bercerita tentang bagaimana Yesus, sebelum terangkat ke surga, memberikan perintah kepada murid-murid-Nya untuk pergi ke seluruh dunia dan memberitakan Injil kepada segala makhluk. Ini menunjukkan pentingnya pemberitaan Injil yang mengatasi batasan bahasa dan budaya serta menjangkau semua orang. Perintah Yesus untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk menekankan pentingnya menghormati dan memahami keberagaman budaya. Untuk itu pemberitaan Injil yang efektif mesti dapat disesuaikan dengan konteks budaya lokal. Ada beberapa poin yang dapat dikembangkan dari nas ini.

Pertama, Yesus tidak hanya mencela murid-murid-Nya yang tidak percaya akan kebangkitan-Nya. Dia juga mencela murid-murid-Nya yang memiliki kedegilan hati (ay. 14). Kedegilan hati memiliki tiga  makna  yaitu  tidak  mau  mendengarkan,  keras  kepala  dan  tidak  mau  belajar.  Tidak  mau mendengarkan yaitu sikap tidak mau mendengarkan pendapat atau nasihat orang lain. Keras kepala yaitu sikap tidak mau mengubah pendapat atau perilaku, bahkan ketika diperhadapkan pada bukti atau alasan yang kuat. Sedangkan tidak mau belajar yaitu sikap tidak mau belajar dari kesalahan atau pengalaman.

Sikap-sikap inilah yang dimiliki oleh sebelas murid Yesus ketika mendengar berita kebangkitan Yesus. Mereka tidak percaya. Hati mereka degil. Itu sebabnya yang Yesus lakukan ketika menampakkan diri-Nya kepada mereka adalah mencela mereka. Namun celaan Yesus itu tidak dimaksudkan sebagai hukuman atau hinaan. Celaan Yesus lebih bersifat teguran dari seorang guru kepada murid-murid-Nya agar di masa depan murid-murid-Nya tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.

Kedua,  Yesus  memberikan  perintah  dan  janji  (ay.  15-16,  20).  Setelah  mencela  sikap  tidak percaya dan kedegilan hati murid-murid-Nya, Yesus memberikan perintah dan janji. Perintah-Nya adalah untuk pergi ke seluruh dunia dan mengabarkan Injil kepada segala makhluk. Perintah ini pun disertai dengan janji bahwa orang yang percaya kepada Injil akan diselamatkan. Sedangkan orang tidak percaya akan diihukum. Perintah dan janji Yesus ini melampaui semua batasan budaya, bahasa, ras, bangsa dan bahkan spesies makhluk hidup. Dengan demikian perintah dan janji Yesus ini meliputi seluruh ciptaan. Jadi dalam melakukan tugas pekabaran Injil, murid-murid Tuhan Yesus harus mampu mengatasi semua keterbatasan yang ada, khususnya keterbatasan bahasa dan budaya.

Ketiga, orang yang hidup dalam kuasa Injil memiliki tanda-tanda khusus (ay. 17-18). Pada bagian ini ada beberapa tanda khusus yang disebutkan. Misalnya, dapat mengusir setan dalam nama Yesus, mampu berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru, dapat menaklukkan ular berbisa, kebal terhadap racun dan mampu menyembuhkan orang sakit. Tanda-tanda khusus ini tidak hanya terbatas pada bangsa, golongan, budaya atau bahasa tertentu saja melainkan berlaku untuk semua orang yang memberi dirinya hidup dalam kuasa Injil. Jadi semua orang dari berbagai latar belakang budaya dan bahasa diberikan karunia untuk melakukan tanda-tanda khusus ketika membiarkan hidupnya ada dalam kuasa Injil.

Keempat, Yesus yang naik ke surga sudah duduk di sebelah kanan Allah (ay. 19). Apa makna duduk di sebelah kanan Allah? Kalimat ini memiliki beberapa makna yang tersebar dalam beberapa bagian Alkitab seperti Mazmur 110:1 dan Roma 8:34. Pertama, duduk di sebelah kanan Allah melambangkan kedudukan yang tinggi dan kehormatan yang besar bagi Yesus sebagai Anak Allah. Kedua, duduk di sebelah kanan Allah berarti Yesus memiliki kekuasaan dan otoritas bagi keberlangsungan hidup manusia dan seluruh ciptaan. Dalam hal ini Yesus memiliki kuasa dan otoritas yang sama dengan Bapa dan berperan sebagai pengantara antara Allah dan manusia. Ketiga, duduk di sebelah kanan Allah berarti ada penggenapan janji Allah. Kenaikan Tuhan Yesus ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah merupakan penggenapan janji Allah kepada Yesus untuk memberikan kuasa dan otoritas kepada-Nya. Keempat, duduk di sebelah kanan Allah berarti ada penantian akan kedatangan Yesus kembali pada akhir zaman sebagai hakim untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Kelima, dalam konteks budaya, Yesus yang duduk di sebelah kanan Allah menjadi bukti bahwa kenaikan Tuhan Yesus ke surga telah membuat-Nya mengatasi batasan budaya. Ketika Tuhan Yesus masih di dunia, hidup dalam budaya Yahudi. Dia makan-minum dengan cara dan menu makan orang Yahudi. Dia berpakaian dengan tata busana dalam budaya masyarakat Yahudi. Dia berbicara dalam bahasa Aram, bahasa percakapan sehari-hari di wilayah Palestina pada waktu itu. Ketika bepergian bersama murid-murid-Nya, Dia menggunakan alat transportasi darat dan laut masyarakat Yahudi pada waktu itu. Dia tinggal, menginap, mengajar dan beraktivitas di rumah-rumah dengan Teknik arsitaktur Yahudi pada waktu itu. Singkatnya, ketika masih dia dunia, Yesus sangat terikat hanya pada satu bahasa dan budaya saja yaitu bahasa dan budaya orang Yahudi.

Namun setelah Yesus naik ke surga, semua batasan budaya itu hilang lenyap. Dia menyediakan dan  memberikan  semua  kebutuhan  manusia,  entah  itu  sandang  (pakaian),  pangan  (makanan  dan minuman) serta papan (tempat tinggal/tempat bernaung) sesuai budaya masing-masing. Dia menyampaikan firman-Nya kepada manusia sesuai bahasa yang dimengerti oleh tiap-tiap orang. Dia mendengar dan menjawab doa dengan semua bahasa yang diucapkan manusia kepada-Nya. Singkatnya, setelah  Yesus  naik  ke  surga,  Dia  tidak  lagi  hanya  berada  dalam  satu  budaya  dan  bahasa  tertentu melainkan mengatasi semua budaya dan bahasa yang ada.

Setelah Yesus bangkit lalu menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, dan sebelum naik ke surga, Dia memberi perintah kepada semua murid-Nya untuk mengabarkan Injil. Perintah itu disertai dengan janji penyertaan-Nya yang menerobos dan melampaui segala jenis batasan, khususnya batasan budaya dan bahasa.  Karena itu pekabaran Injil bukan hanya tugas para presbiter atau penginjil saja. Ini merupakan tugas semua orang Kristen, termasuk orang Kristen yang menjadi budayawan, baik sebagai pelaku maupun sebagai pemerhati budaya. Untuk itu semua orang Kristen mesti melaksanakannya.

Tugas pemberitaan Injil ini pun tidak hanya dapat dilakukan melalui kata-kata saja. Tugas ini juga mesti diwujudkan melalui seluruh sikap hidup orang Kristen. Oleh karena itu orang Kristen mesti memahami  dan  menghargai  setiap  budaya  di  mana  Injil  diberitakan.  Sebab  pemberitaan  Injil  akan menjadi efektif jika memanfaatkan bahasa dan budaya yang dikenal oleh mereka yang mendengarkan dan menyaksikan Injil itu. AMIN.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Linkdin
Share on Pinterest

Leave a comment

Kumpulan Bacaan