Selasa, 30 Agustus 2022
Bahan Bacaan : Keluarga Yang Ikut Serta Dalam Karya Allah
Kejadian 12:10-20
Pendahuluan
Ada sebuah kalimat bijak yang demikian, “Hidup adalah seni menggambar tanpa sebuah penghapus, jadi berhati-hatilah dalam mengambil keputusan di tiap lembar berharga dalam hidupmu.” Kalimat ini menegaskan kepada kita bahwa diperlukan sikap kehati-hatian dalam memutuskan sesuatu. Kita perlu memiliki pertimbangan yang matang agar dalam setiap keputusan yang kita buat membawa kebaikan bagi diri kita dan orang lain.
Pendalaman Teks
Realita kehidupan dalam keluarga juga diperhadapkan pada dinamika persoalan dan pergumulan hidup yang menuntut pada pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana. Di antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain memiliki cara yang berbeda dalam pengambilan keputusan. Misalnya tentang cara mendidik anak. Keluarga A memutuskan cara mendidik anak mereka dengan cara yang tegas, disiplin, dan cenderung otoriter. Keluarga B mendidik anak mereka dengan cara terbuka, membangun komunikasi/ dialog, dan motivasi. Keluarga C cenderung membebaskan anak mereka. Hal penting yang perlu kita perhatikan adalah setiap keputusan apapun dalam keluarga memiliki konsekuensi dan akibat. Tidak semua keputusan yang kita putuskan tersebut baik dan benar, ada kalanya kita bisa salah memutuskan sesuatu yang mengakibatkan keburukan pada keluarga kita. Di sinilah kita perlu bersikap bijaksana serta mampu mempertimbangkan secara matang dan baik agar setiap keputusan kita senantiasa membawa kebaikan bagi keluarga kita.
Kisah dalam Kejadian 12:10-20 merupakan kelanjutan dari kisah Abram dipanggil Allah (Kej. 12:1-9). Pada Kej. 12:1-9 ditunjukkan Abram yang percaya sepenuhnya kepada Allah. Saat Allah memanggilnya, Abram taat melakukan perintah Allah yang mengutusnya pergi dari Haran tempat tinggalnya menuju Kanaan, suatu negeri yang dijanjikan Tuhan. Abram meyakini bahwa janji Allah kepadanya adalah benar. Iman Abram tampak dari kesediaan & ketaatannya melakukan kehendak Allah.
Sedangkan pada perikop kita, Kej. 12:10-20 dikisahkan Abram beserta sanak keluarganya yang tinggal di daerah Negeb. Pada saat itu di Negeb sedang mengalami kelaparan. Sedangkan di Mesir memiliki bahan makanan yang melimpah dibandingkan di tempat yang lain. Hal ini dimungkinkan karena di Mesir terdapat sungai Nil, yang mengaliri wilayah pertanian Mesir. Maka Abram memutuskan untuk pergi ke Mesir, untuk mendapatkan makanan.
Keputusan Abram untuk pergi ke Mesir menjadi sebuah keputusan yang sulit, sebab dia akan dipandang sebagai orang asing di Mesir (Ay. 10). Karena takut diketahui sebagai orang asing dan takut dibunuh, maka Abram menyuruh Sarai mengakui dirinya sebagai adik Abram. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah bagi Abram meminta agar Sarai berpura-pura menjadi adiknya. Hal ini dilakukan Abram dengan tujuan agar dia dan Sarai beserta keluarganya dapat tinggal dengan aman di Mesir, agar mereka semua selamat (Ay. 11-13).
Hal yang tidak diduga oleh Abram, Firaun Raja Mesir menghendaki Sarai menjadi istrinya dan memberi Abram berbagai macam ternak seperti kambing domba, lembu sapi, keledai, dan unta. Firaun juga memberinya budak laki-laki dan perempuan (Ay. 16). Pada saat itulah kuasa Tuhan dinyatakan. Tuhan menimpakan tulah kepada Firaun beserta seisi istananya (Ay. 17). Hal ini menyebabkan Firaun mengetahui siapa Sarai sebenarnya, yang adalah istri Abram. Ia menyadari tindakannya mengambil Sarai sebagai istrinya adalah sebuah kesalahan. Karena itu, pada akhirnya Firaun mengembalikan Sarai kepada Abram dan membiarkan mereka pergi beserta ternak dan budak yang telah ia berikan (Ay. 18-20).
Keputusan Abram untuk menyelamatkan keluarganya dari bencana kelaparan dengan cara berbohong menjadi tanda imannya yang bimbang terhadap pemeliharaan dan penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Tampak rasa kuatir dan cemas yang dialami Abram ketika diperhadapkan dengan krisis kelaparan yang dialaminya. Abram seharusnya berdoa memohon pertolongan dan jalan keluar dari persoalan yang sedang dia hadapi bukan memutuskan dengan caranya sendiri, berbohong tentang jati diri Sarai. Kekuatirannya akan dirinya dan keluarganya menyebabkan Firaun mendapatkan tulah dari Tuhan. Melalui tulah yang diberikan kepada Firaun itu, Allah menghendaki agar Abram selalu percaya kepada-Nya. Allah berkarya menyelamatkan Abram dan keluarganya. Ia senantiasa setia dengan janji-Nya, karenanya Ia menghendaki Abram senantiasa setia pada-Nya kendati mengalami kesulitan hidup.
Dalam realitas kehidupan keluarga Kristen, bukan tidak mungkin apa yang dialami dan terjadi pada diri Abram juga kita alami dan terjadi pada keluarga kita. Dimana seringkali himpitan persoalan rumah tangga membuat kita memutuskan dengan cara kita sendiri tanpa melibatkan Tuhan dalam setiap keputusan kita. Pada akhirnya yang terjadi, persoalan yang kita hadapi tidak kunjung selesai, tetapi semakin bertambah. Amin