Selasa, 13 September 2022
Roma 13 :1-7
“Menghidupkan suara hati”
Bukan sebuah kebetulan kita ada di dalam sebuah negara. Di negara mana pun, tentu ada yang menjadi pemimpin. Ada pemimpin yang bijaksana, ada pula pemimpin yang kejam. Dalam hal kepemimpinan, kita diminta untuk merespons dengan kesadara penuh bahwa kehadiran pemimpin adalah perwakilan Allah untuk rakyatnya.
Paulus menulis surat pada masa kekaisaran Romawi. Pada msa itu, ada pemimpin yang tak bersahabat dengan orang Kristen. Kentadi demikian, Paulus mengajak jemaat di Roma untuk takluk/tunduk kepada pemerintah (ay.1) dan senantiasa berbuat kebaikan dalam hidup bermasyarakat (ay.3). Hal yang tak mudah itu hanya bisa dilakukan jika jemaat menyadari bahwa Allah berdaulat atas negara, siapapun dan bagaimanapun pemimpinnya. Bagian jemaat adalah menyadari penuh bahwa pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikan mereka(ay.4).
Bagimana kita dapat memiliki kerelaan untuk tunduk kepada pemerintah sekalipun kebijakan dan aturannya sering kali tak sesuai harapan? Kuncinya dalam hal menaklukkan diri (ay.5). Penaklukan diri adalah kemampuan terbesar untuk menghidupkan suara hati. Saat hal itu terjadi barulah kita bisa menilai diri dengan jernih.
Suara hati adalah tempat Allah mengajar kita secara pribadi. Melalui pengajaran Allah, kita dimampukan untuk bijaksana dalam menempatkan diri, mengukur diri, dan memahami kapasitas diri. Kita pun menjadi makin bijak dalam menjalankan hak dan kewajiban kita, baik di dalam keluarga maupun dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Sebagai pribadi yang mengasihi Allah, kita diminta untuk secara bijak berkonstribusi terhadap pemerintah. Misalnya adalah, dengan membayar pajak dan cukai tepat waktu, hal itu merupakan ukuran kepatuhan yang paling sederhana. Kita pun dapat menghormati pemerintah, mulai dari tingkat yang terendah sampai tingkat yang tertinggi.
Tak ada pemerintah yang sempurna. Kita hanya diminta menghargai dan menerima mereka sebagai wakil Allah yang rencana-Nya selalu sempurna pada waktu-Nya…